Sifat Wujud

Wujud
( Sipat yang pertama yang wajib dalam haqnya Alloh ta’ala )
◄Maka wajib dalam haqnya Alloh ta’ala  yaitu sipat wujud, adapun perlawanannya sipat wujud ialah Al’adamu (tidak ada Alloh). Sedangkan dalilnya yang menunjukan terhadap sipat wujudnya Alloh adalah adanya beraneka ragam jenisnya makhluk►

Penjelasan : fayajibu
Adapun kata wajib disini, yaitu wajib menurut hukum aqli, arti harfiyyahnya, pasti serta dapat dipahami oleh akal ghorizi, bahwasannya sipat wujud ada buktinya, serta yang dimaksud oleh wajib menurut akal, bukan semenjak adanya akal, atau bukan dimana akal tidak ada terus wajibnya pun tidak ada, tapi maksudnya pasti serta dapat dipahami bahwa sipat wujud menetap selamanya, hanya akal yang menemukannya.

Penjelasan : fi haqqihi ta’ala
Wajib sipat wujud itu haq Alloh ta’ala, bukan haq orang yang menyebut, karena wujud haq Alloh, maka pasti wujudnya Alloh tidak tergantung akan dipercaya oleh makhluk, walaupun makhluk tidak ada yang iman, walaupun rosul tidak diutus, walaupun alam tidak diciptakan, maka tetap Alloh itu wujud.

Adapun yang namanya wujud terbagi atas tiga bagian, yaitu:
  • Wujud idlofi. Adanya satu perkara bersandar atas perkara yang lainnya, seperti adanya bapak menyandar atas adanya anak, atau adanya anak bersandar atas adanya bapak, dan yang serupa dengan itu.
  • Wujud ‘aridli. Adanya satu perkara didahului oleh tidak ada dulu, seperti adanya langit, bumi, surga, neraka, dan yang serupa dengan itu.
  • Wujud dzati / haqiqiq. Adanya satu perkara tidak bersandar atas perkara lain, juga tidak didahului oleh tidak ada dulu serta tidak diujungi oleh tiada. Yaitu adanya dzat Alloh.
Karena wujudnya Alloh wujud haqiqi/dzati, maka adanya Alloh tidak bersandar atas adanya alam, walaupun alam tidak ada, tetap Alloh tersipati oleh sipat wujud, begitu pula bahwa wujudnya Alloh buka wujud (‘aridli), dalam arti wujudnya Alloh tidak didahului dan tidak diujungi oleh tiada.

Adapun perkara yang wujud bisa ditemukan oleh dua perkara:
  • Hissi
  • Aqli
Pertama oleh hissi.
Perkara yang wujud bisa ditemukan oleh (hissi), yaitu oleh panca-indra:
  • Ditemukan oleh mata, seperti adanya terang.
  • Ditemukan oleh telinga, seperti adanya suara.
  • Ditemukan oleh hidung, seperti adanya bau.
  • Ditemukan oleh lidah, seperti adanya rasa.
  • Ditemukan oleh telapak tangan, seperti adanya kasar atau lembut.
Kedua oleh aqli.
Perkara yang wujud bisa ditemukan oleh aqli, yaitu oleh akal, seperti :
  • Adanya ilmu
  • Adanya bodoh.
  • Adanya pintar.
  • Adanya bahagia.
  • Adanya susah dan perkara seperti itu.
Setiap wujudnya yang diciptakan, pasti akal menemukan wujudnya yang menciptakan, oleh wujudnya alam atau makhluk, akal menemukan pada wujud yang menciptakan, kemampuhan akal cuma sebatas menemukan adanya dzat yang menciptakan (robb), adapun menemukan robb yang dinamai Alloh, itu bukan hasil dari akal, tapi pemberian wahyu / ilham.

Adapun sipat wujud namanya sipat (nafsiyyah), artinya sipat yang menetap yang menunjukan akan adanya dzat Alloh dari (zaman ajalli), bukan sipat yang bangsa tiada, bukan sipat yang menunjukan pada yang menetap (ngancik:sunda) didalam dzat, bukan sipat yang bangsa anggapan (rekenan:sunda). Isinya sipat (nafsiyyah) cuma satu yaitu wujud.

Sipat yang bangsa tiada, namanya sipat (salbiyyah), seperti sipat qidam artinya (tidak ada) permulaannya.
Sipat yang bangsa menetap didalam dzat, namanya sipat (ma’ani), seperti qudrot (hinggap) di dzat Alloh.
Sipat yang bangsa anggapan yaitu sipat (ma’nawiyyah), seperti Alloh (qodiron = kuasa jadi (yang) kuasa.

Dan cukup untuk orang mukallaf ialah mengetahui sesungguhnya Alloh ta’ala yang maujud serta tingkahnya ada tur pasti, serta tidak diwajibkan bagi orang mukallaf untuk mengetahui atas wujudnya Alloh itu, apa (ainushshifat) atau (ainudzdzat), karena termasuk:
◄Dari dalam-dalamnya ilmu kalam/tauhid►

Sorotan hukum syara’ terhadap wajib aqli, bahwa Alloh tersipati oleh sipat wujud.
  • Hukum syara’ mewajibkan kepada setiap orang yang mukallaf mesti menekadkan terhadap wajib wujudnya Alloh dengan resiko diberi pahala kalau menekadkan terhadap wajib wujudnya di Alloh, serta terpenuhi syaratnya iman. Dan disiksa orang yang mukallaf jika tidak menekadkan terhadap wajib wujudnya di Alloh, serta di cap orang kafir dengan perintah syara’:
◄Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah►
(Surat 47 Muhammad: 19)
  • Hukum syara’ mewajibkan kepada setiap orang mukallaf mesti menekadkan atas mustahil ‘adamnya di Alloh, karena tidak sah menekadkan atas wajib wujudnya di Alloh saja kalau tidak dengan menekadkan atas mustahil ‘adamnya di Alloh.
  • Hukum syara’ memperkuat serta memberi dalil atas kebenarannya hukum akal, dengan firman Alloh didalam alqur’an:
◄Katakanlah: "Siapakah Tuhan langit dan bumi?" Jawabnya: "Allah."►
(Surat 13 Ar-Ra’d: 16)

Penjelasan : dlid
Maksud perlawanannya sipat wujud ialah (al’adamu), artinya tidak ada Alloh, karena wujudnya Alloh wajib, maka tidak adanya Alloh pasti (mustahil)nya.

Kata (dlid) menurut (istilah) yaitu, dua perkara yang tidak bisa kumpul dua-duanya, juga bisa hilang dua-duanya, seperti putih dan hitam tidak akan ada dalam satu titik saja, putih dan hitam bisa hilang dua-duanya digilir oleh merah.

Kata (dlid) menurut (lughot) yaitu, dua perkara yang tidak bisa kumpul kedua-duanya, dan tidak bisa hilang dua-duanya, seperti kata wujud dengan ‘adam, dua kata yang tidak akan bisa berkumpul dalam satu dzat, serta tidak akan hilang dua-duanya, karena tidak akan ada satu perkara didalamnya satu sebutan, ia ada ia juga tiada, dan tidak bisa keberadaanya hilang dua-duanya. Nah itulah arti dhid menurut lughot ia (naqidh = kurang) menurut (istilah). Karena wujud dengan (‘adam) (wajibul wujud) dan (muhal wujud) maka tidak akan kumpul dua-duanya, serta tidak akan hilang dua-duanya. Oleh karena itu maka dhid dalam ilmu aqo’id ialah dhid menurut (lughot) (naqidh) menurut (istilah), karena tidak ada pihak ketiga.

Dan, yang namanya (dlid) disini, ialah perlawanan (wujud dzati) yang dikatagorikan mustahil di Alloh, yaitu:
  • Wujud 'aridli, yaitu perkara yang baru adanya.
  • Wujud idlofi, yaitu adanya perkara karena bersandar terhadap perkara yang lainnya.
  • Wujud zamani, yaitu adanya perkara karena terkurung oleh waktu.
  • Wujud hissi, yaitu adanya perkara karena diketahui oleh panca indra.
  • Wujud aqli, yaitu adanya perkara karena diketahui oleh akal.
  • Wujud mumatsalah, yaitu adanya perkara karena menyeruapainya.
  • Wujud muthlaq, yaitu tidak adanya, hal yang mutlak/murni.
  • Adam qoblal wujud, yaitu tidak adanya, sebelum ada.
  • Adam ba'dal wujud, yaitu tidak adanya, sesudah ada.
  • Adam bainal wujudaini, yaitu tidak adanya, ditengah-tengah yang dua kali wujud. Nah ini semuanya perkara yang mustahil di Alloh, karena hakikatnya ‘adamun ma’dumun dari tidak ada bakal tidak ada.

Penjelasan : waddalilu ala dzalika
Maksudnya (waddalilu ala dzalika) yaitu dalil yang menunjukan terhadap wujudnya Alloh.

Dalil dilihat dari isi terbagi atas dua bagian:
  • Dalil ijmali, yaitu dalil garis besar. Mengetahuinya terhadap dalil ijmali menurut hukum syara’ termasuk (fardhu ‘ain).
  • Dalil tafshili, yaitu dalil yang mendetail. Mengetahuinya terhadap dalil tafsili menurut hukum syara’ termasuk (fardhu kifayah). Adapun dalil dalam kitab tijan termasuk dalil ijmali.
Dalil dibagi lagi dilihat dari perjalanannya, dibagi dua bagian:
  • Dalil aqli yaitu, yang perjalanannya menggunakan dari hukum akal, serta akal yang digunakannya, yaitu akal ghorizi bukan akal thobi’i.
  • Dalili naqli yaitu, perjalanannya yang bersumber dari alqur’an dan alhadits, yang menggunakan dalil naqli khusus orang mukmin, adapun orang kafir tidak bisa diberi keterangan alqur’an dan alhadits, karena terhadap alqur’an dan alhaditsnya juga belum percaya. Berbeda dengan dalil aqli, yaitu dalil yang ada dalam kitab tijan, supaya bisa mengerti terhadap hatinya orang kafir.
Adapun yang namanya dalil yaitu alamat atau tanda, definisinya yaitu:
◄Tatkala diketemukan yang memberi tanda, pasti diketemukan yang ditandai, tidak usah ada tandanya►

Dikarenakan dalil jadi alamat, maka adanya makhluk jadi tanda terhadap adanya Alloh, setiap ada yang menciptakan pasti ada yang diciptakan, tetapi bagi Alloh mumkin untuk tidak menciptakan makhluk. Berbeda dengan yang namanya ta’rif, kalau ta’rif itu ialah:
◄Tatkala diketemukan ta’rif, pasti ada yang dita’rifan►
Seperti (dzakar) ta’rifnya (rojul), ada dzakar ada rojul, ada rojul pasti ada dzakarnya. Adapun makhluk adalah alamat terhadap adanya Alloh bukan ta’rif atas adanya Alloh.

Kesimpulannya, wujudnya Alloh tidak memerlukan dalil, Cuma imannya orang mu’min memerlukan dengan memakai dalil supaya yakin.

Kenapa dalam setiap sipat yang wajib di Alloh selalu menggunakan dalil, yaitu untuk menyempurnakan ma’rifat, karena diantara syaratnya ma’rifat mesti mengetahui terhadap dalil.

Penjelasan : dalil
Adapun dalilnya sipat wujud yaitu:
  • Dalil dari aqli, yakni dalil aqli-nya bahwa Alloh tersipati oleh sipat wujud, yaitu:
◄Adanya beraneka ragam jenisnya makhluk►

  • Dalil dari naqli-nya.
◄Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya►
(Surat 32 As-Sajdah: 4)