Sifat Wahdaniyat

Wahdaniyat
(Yaitu sipat yang keenam yang wajib dalam haqnya Alloh ta’ala)
◄Dan, wajib dalam haqnya Alloh ta'ala yaitu sipat wahdaniyat (tunggal), didalam dzatnya dan sipatnya serta perbuatannya (penciptaanya), adapun maknanya wahdaniyat dalam dzatNya "sesungguhnya bahwa dzatnya Alloh tidak tersusun dari berbagai juz yang berbilang". Adapun maknanya wahdaniyat dalam sipatNya "sesungguhnya Alloh tidak ada terhadapNya dua sipat atau lebih banyak dari jenis yang satu seperti ada dua qudrot (dalam dzat / diri Alloh) dan begitu juga seperti dua qudrot tadi dan tidak ada tuk selain Alloh satu sipat saja yang menyerupainya terhadap sipat Alloh ta'ala". Adapun makna wahdaniyat dalam pekerjaanNya "sesungguhnya tidak ada untuk selain Alloh satu pekerjaan saja dari berbagai jenisnya pekerjaan Alloh. Dan perlawanannya sipat wahdaniyat ialah ta’addud (berbilang), sedangkan dalilnya terhadap sipat wahdaniyat "sesungguhnya Alloh jikalau terbukti keberadaanNya yang berbilang maka tidak akan pernah ada satu perkara-pun dari semua jenis yang namanya makhluk"►

Penjelasan.
Wajib disini wajib menurut hukum akal, yang artinya pasti buktinya sehingga dapat dipahami oleh akal ghorizi bahwa Alloh tersipati oleh sipat wahdaniyat, arti salbiyahnya pasti serta dapat dipahami oleh akal ghorizi bahwa adanya Alloh tidak ada bilangannya.

Kata wahdaniyat menurut ahli bahasa yaitu "satu Alloh", tapi yang dimaksud disini satu dalam artian tidak ada bilangannya, ia tidak terliputi oleh bilangan, satu bukan bagian dari yang banyak, seperti ada satu, ada dua, ada tiga dan seterusnya.

Serta satunya itu bukan hasil merangkaikan dari bilangan juz-juz, seperti ada kata trimurtri, ia bisa disebut satu tapi satunya itu hasil rangkaian sepertiga dari hitungan tiga bagian atau tiga juz.

Mushonnif yang mengarang kitab ini diatas tadi telah memberi contoh bahwa yg dimaksud dengan sipat Wahdaniyat tersebut, yaitu satu dalam dzatnya, satu dalam sipatnya dan satu dalam perbuatannya.

Kesimpulannya.
Dalam maknanya sipat wahdaniyat yang telah disebutkan tadi, dapat disimpulkan bahwa dinafikan (dicabut) dari Alloh atas 5 (lima) kam (bilangan):
  1. Kam munfashil fidz dzati: dicabut dari Alloh bilangan yang pisah dalam dzatnya, dari jumlahan bagian yang banyak, dalam arti satunya bukan dua, bukan tiga, bukan empat dan seterusnya. contohnya katakan saja "ada SATU ruko" didalam satu pasar, tapi SATU-nya itu bukan cuma satu-satunya dari jumlahan yang banyak. Jadi yang namanya SATU seperti ini bukan SATU yang dimaksud dengan wahdaniyat di Alloh.
  2. Kam muttashil fidz dzat: dicabut dari Alloh bilangan yang merangkap atau rangkaian dalam datnya, yang tersusun dari berbagai juz, seperti satunya lain seperdua dari dua, sepertiga dari tiga, seperempat dari empat dan seterusnya, contohnya "ada SATU bangunan" ia boleh disebut SATU, tapi satunya itu tersusun dari jenisnya bata merah, semen, pasir, air, kusen, cat tembok, ruang tamu, kamar, dapur dan lain-lain. Ini juga bukan SATU yang dimaksud dengan wahdaniyat di Alloh.
  3. Kam munfashil fish shifat: dicabut dari Alloh bilangan yang pisah dalam sipatnya, dari jumlahan yang banyak, dalam arti tidak ada sama sekali apapun dan siapapun yang mempunyai dan menyerupai sipatNya di luar Alloh, yang sama dalam bahasanya, bentuknya serta isinya. Tapi tidaklah mengapa kalau ada persamaan dalam sebutannya saja, seperti sebutan yang dilontarkan kepada makhluk bahwa ia kuasa, ia punya ilmu dan lain-lain, kenapa ? karena kuasanya Alloh berbeda dengan kuasanya yang ada di makhluk, begitupun ilmu yang ada di Alloh, berbeda dengan ilmu yang ada di makhluk.
  4. Kam muttashil fish shifat: dicabut dari Alloh bilangan yang merangkap dalam sipatnya dari jumlahan bagian juz sipat yang satu, seperti ia Alloh tersipati oleh sipat qudrot, sipat qudrot di Alloh hanya satu, lain dua, lain tiga, lain empat dan seterusnya. Begitu juga irodatnya Alloh, ilmunya Alloh, hayatnya Alloh, sama', bashor, juga kalamnya Alloh, bukan dua bukan tiga tapi hanya satu.
  5. Kam munfasil fil af'al: dicabut dari Alloh bilangan yang pisah dalam penciptaanya, atau dalam pekerjaannya, atau dalam perbuatannya, dari berbagai jenis jumlahan perbuatan Alloh, dalam arti tidak ada sama sekali yang mempunyai atsar (kesan=bekas) pekerjaan diluar perbuatan Alloh.
Oleh kerana wahdaniyat di Alloh melepas dari lima KAM (hitungan), maka tidak akan pernah ada tuhan selain Alloh, kalau ada tuhan selain Alloh dapat dipastikan bahwa semua jenis yang namanya makluk tidak akan pernah ada, dan buktinya hingga sekarang yang namanya makhuk itu ada, ternyata bahwa adanya Alloh tidak ada bilangannya dalam dzat, sipat serta af'alnya, seperti yang telah difirmankan oleh Alloh dalam alqur'an:

◄Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai `Arsy daripada apa yang mereka sifatkan►
(Qs 21 Al-Anbiyaa' : 22)

Adapun Af'alnya Alloh itu terbagi atas 2 (dua) bagian:
  1. Mukhtar: yaitu perbuatan Alloh yang disambungkan dengan daya pilihannya makhluk, atau daya ikhtiarnya makhluk, seperti Alloh menciptakan kaya disambungkan dengan daya semangat usahanya seseorang, Alloh menciptakan kenyang dalam diri seseorang disambungkan dengan masuknya nasi kedalam perut, Alloh menciptakan keruksakan dimuka bumi disambungkan dengan ulah tangan manusia yang tidak bertanggung jawab, dan seterusnya.
  2. Mudlthor: yaitu perbuatan Alloh secara langsung tampa disambungkan dengan daya pilihannya makhluk, seperti Alloh menciptakan langit dan bumi, Alloh menciptakan siang dan malam, Alloh menciptakan lelaki dan perempuan dan seterusnya.
Terkadang mudlthor dan mukhtar masuk saling bergantian disela-sela adat, yang sedang berjalan dalam kehidupan sehari-hari. contohnya, seperti dalam keadaan kita sedang "bernafas" adakalanya sinafas tersebut sengaja ditarik, ditahan dan dikeluarkan oleh daya upaya kita sendiri, tapi terkadang dalam keluar masuknya nafas bukan kita yang mengaturnya seperti dalam keadaan sesak nafas atau dalam keadaan tidur, hal ini bagian yg mudlthor. Contoh yang kedua, dalam keadaan kita sedang "mengedipkan" mata, adakalanya mata itu sengaja dikedipkan oleh kita, selebihnya mudlthor.

Ada pula perbuatannya Alloh, adakalanya suatu kejadian biasanya mukhtar berubah menjadi mudlthor, contoh, seperti orang yang tekun serta giat dalam mencari uang, tapi sengsara dalam hidupnya. Sebaliknya orang yang malas dalam mencari uang, tetapi ia diberi kelapangan dalam hidupnya. Contoh lagi, seperti Alloh telah menakdirkan seseorang menjadi seorang lelaki, hal ini bisa diikhtiyari berubah jadi jenisnya seorang perempuan, sebaliknya seorang perempuan bisa berubah menjadi lelaki dengan melalui jalan diikhtiyarinya dan lain sebagainya

Dalil yang menunjukan atas perbuatan Alloh yang Mukhtar, diantaranya:
1. Dalam surat yang ke 2 Al-Baqarah ayat 286
Artinya ◄Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya►

2. Dalam surat yang ke 30 Ar-Ruum ayat 41
Artinya ◄Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia►

Dalil yang menunjukan atas perbuatan Alloh yang Mudlthor, yaitu dalam surat yang ke 9 At-Taubah ayat 51
Artinya ◄Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami"►
Contoh, seperti makan tidak bisa menghasilkan kenyang, minum tidak menghasilkan segar, tapi dalam keadaan makan dan minum, kenyang dan segar disitu ada ketentuan qodlo dan qodarNya Alloh yang sedang berjalan.

Untuk penjelasan I'tiqod, ada disini►►

Sorotan hukum syara' terhadap wajib aqli-nya bahwa Alloh tersipati oleh sipat wahdaniyyat:
  • 1. Hukum syara mewajibkan kepada semua orang mukallaf mesti menekadkan terhadap wajib wahdaniyat-nya di Alloh, dengan resiko diberi pahala kalau menekadkan terhadap wajib wahdaniyatnya di Alloh serta terpenuhi syaratnya iman. Dan disiksa bagi orang yang mukallaf jika tidak menekadkan terhadap wajib wahdaniyat-nya di Alloh serta di cap orang kafir.
  • 2. Hukum Hukum syara’ mewajibkan kepada setiap orang mukallaf mesti menekadkan atas mustahil ta'addud-nya di Alloh, karena tidak sah menekadkan terhadap wajib wahdaniyyatnya di Alloh, kalau tidak menekadkan mustahil ta'addudnya di Alloh.
  • 3. Hukum syara’ memperkuat serta memberi dalil atas kebenarannya hukum akal, dengan firman Alloh didalam alqur’an:
◄Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa"►
(Surat 114 Al-ikhlas: 1)
  • 4. Hukum syara' mewajib syar'ikan kepada semua orang mukallaf harus bertauhid dengan mewahdaniyatkan terhadap wujudnya Alloh ta'ala, bukan hanya sekedar diwajibkan percaya terhadap wahdaniyatnya Alloh, tapi wajib selama-lamanya bertauhid dengan mewahdaniyatkan terhadap wujudnya Alloh, serta:
  • Mewahdaniatkan ma'bud, yaitu mengkhususkan ibadah kepada Alloh.
  • Mewahdaniyatkan Mathlub, yaitu mengkhususkan mencari dan patuh terhadap semua perintah Alloh serta menjauhi segala larangan Alloh.
  • Mewahdaniyatkan Maqsud, yaitu mengkhususkan tujuan hanya untuk mencari ridhonya Alloh semata.
  • Kalau tidak mewahdaniyatkan Ma’bud, musyrik hukumnya.
  • Kalau tidak Mewahdaniyatkan Mathlub. fasiq hukumnya.
  • Kalau tidak Mewahdaniyatkan Maqsud, maksiat hati hukumnya.
  • 5. Hukum syara' melarang kepada setiap orang mukallaf hidup di dunia, dengan tidak yakin iman kepada Alloh, atau iman yang disertai musyrik, atau bertauhid tapi tidak ma'rifat, atau ma'rifat tapi tidak tashdiq, tashdiq (membenarkan) tidak iddi'an (meng-iyah-kan), iddi'an tidak qobul (menerima).
Dalilnya sipat Wahdaniyat.
◄Sesungguhnya Alloh jikalau terbukti keberadaanNya yang berbilang maka tidak akan pernah ada satu perkara-pun dari semua jenis yang namanya makhluk►