Sifat Kalam

Kalam
( Sipat yang ke tiga belas yang wajib dalam haqnya Alloh ta’ala )
◄Fayajibu fi haqqihi ta’alal kalamu, wa huwa shifatun qodimatun qo-imatun bidzatihi ta’ala wa laisat biharfin wa la shoutin, wa dlidduhal bukmu wa huwal khorsu, wad dalilu ‘ala dzalika qouluhu wa kallamallohu musa takliman = Dan wajib dalam haq-nya Alloh ta’ala yaitu sipat kalam (berkata-kata), adapun sipat kalam ialah salah satu sipat yang qodim yang menetap dengan dzatnya Alloh ta'ala, dan (sipat kalam tersebut padanya) tiada hurup dan juga tiada suara, adapun perlawanan sipat kalam ialah bisu, yakni gagu. Sedangkan dalilnya yang menunjukan terhadap sipat kalamnya Allah yakni firmanNya "Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan lamgsung (bicara yang sebenar-benarnya)" (Qs 4 An-Nisa': 164)►

Penjelasan. 
Wajib aqli dalam haqnya Alloh bahwa Alloh dihinggapi oleh sipat kalam (berkata-kata), dalam arti pasti serta dapat dipahami oleh aqal bahwa Alloh tersipati oleh sipat kalam dengan adanya mu'jizat turunnya kalamulloh.

Adapun kalam Allah terdiri dari dua bagian:
  1. Kalan Dal, yaitu kalam yang ada hurupnya, ada suaranya, ada mulanya, dan juga ada akhirnya.
  2. Kalam Madlul, yaitu kalam yang berada didalam dzatnya Allah ta'ala, yang tiada hurupnya, suaranya, tiada mulanya, dan juga tiada akhirnya...., Jadi yang dimaksud oleh wajib dalam haqnya Allah ta'ala adalah kalam Madlul bukan kalam Dal.
Hubungannya Kalam Dal dengan Kalam Madlul.
  • Mula-mula adanya kalam Dal semenjak Allah menciptakan qolam terus memerintah kepada qolam agar supaya menuliskan atas sebagian kalam madlul.
  • Apabila ada pertanyaan "Bagaimana Allah memberi perintah pada qolam? atau memerintah kepada Jibril ketika diperintahkan menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad? atau bagaimana qolam ataukah malaikat Jibril dapat memahami perkataan Allah, sedangkan perkataan Allah tiada hurup dan suara?.. Jawabannya simple saja, yakni dapat diibaratkan seperti sang qolbu memerintah tangan untuk meraba, atau mengusap, atau memegang, atau menulis, atau bersalaman dst. Nah perintah tersebut tiada hurup atau suara tapi si tangan dengan sendirinya memahami apa yang diperintahkan atau diinginkan oleh sang qolbu (maaf, jangan sampai diartikan bahwa Allah atau perkataan Allah seperti qolbu, ini mah sekedar sebagai contoh bahwa dimakhluk-pun ada yang memahami perkataan yang tiada hurup dan suaranya). Sedangkan hakikat perkataan Allah "laisa kamitslihi syai-un = tiada satupun yang serupa denganNya"
  • Isinya kalam Dal juga kalam Madlul "musawin = sama dalam isinya tapi tiada serupa dalam bentuknya"
  • Adapun kalimah "iqro' bismi robbikal ladzi kholaq... ileh" yang berada dalam firman Allah (Qs 96 Al'Alaq) adalah pertama kalam (ayat atau kalimah) yang turun kepada Nabi Muhammad, bukan mulanya kalam yang ada dalam dzatnya Allah ta'ala. Begitu juga kalam "alyauma akmaltu lakum dinakum... ileh" yang berada dalam firman Allah (Qs Al-Maaidah ayat 3) adalah akhir kalam yang diturunkannya kepada Nabi Muhammad SAW, bukan akhir kalam yang ada dalam dzatnya Allah ta'ala.
  • Adapun kalam Dal, andai saja bertambah terus-terusan didalam isinya tentu masih bisa dituliskan, sedangkan kalam Madlul sampai kapanpun tidak akan mampun untuk dituliskan, sebagaimana firmanNya "Qul lau kanal bahru midadan likalimati robbi lanafidal bahru qobla an tanfada kalimatu robbi wa lau ji'na bimitslihi madadan = Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)" (Qs 18 Al-Kahfi: 109)
  • Kalam Dal dengan Alqur'an isi dan kandungannya sama, sedangkan yang membedakannya hanya susunan atau bentuknya saja. Kalam Dal dimulai dengan kalimat "iqro' bismi robbikal ladzi kholaq... ileh" dan diakhiri dengan kalimat "alyauma akmaltu lakum dinakum... ileh". Sedangkan Alqur'an dimulai demgan surat Alfatihah dan diakhiri dengan surat Annas.
  • Hubungannya antara kalam Dal dengan Alqur'an Insya Allah penjelasannya yang akan datang dalam bab riwayat Alqur'an.
  • Bila ada pertanyaan: "Allah tiada hentinya berkata-kata, kiranya apa yang sedang Allah bicarakan?" Jawabannya "Dirimu tidak ditaklif mesti mengetahui apa-apa yang sedang dikatakan oleh Allah", tapi andai saja ingin mengetahui apa-apa yang sedang Allah katakan, yakni kalam Allah yang qodimatun qoimatun yang tiada hurup dan suaranya, maka pahamilah !!... Semata-mata Allah berkehendak atas Tanjizi Qudrot, yakni pelaksanaan yang kontan oleh sipat QudrotNya, Allah telah berkata-kata pada setiap kejadian oleh isinya makna "KUN FAYAKUN" sehingga bukti dan terjadi perkara tersebut dalam kondisi di-Tanjizi Hadits. Selanjutnya silahkan pahamilah surat ke 18 ayat 109 (Qul lau kanal bahru midadan LIKALIMATI robbi lanafidal bahru qobla an tanfada kalimatu robbi wa lau ji'na bimitslihi madadan = Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)) disana dikatakan "likalimati robbi" kalimat tersebut menunjukan atas kalam Allah yang qodimatun qoimatun yang tiada hurup dan suaranya. Selanjutnya dalam surat ke 7 ayat ke 54 (Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam) disana dikatakan "bi-amrihi = kepada perintah-Nya"  kalimat tersebut menunjukan atas kalamnya Allah yang qodimatun qoimatun yang tiada hurup dan suaranya.
Sepintas riwayat Kalam Dal dan Alqur'an (yang ada hubungannya dengan bab ini).
Dengan dirinya sendiri Qolam diperintah oleh Allah untuk menuliskan dipapan Lauhul mahfudh, yakni menuliskan isinya kalam Madlulnya Allah ta'ala secara sekaligus tampa ayat tampa surat sebagaimana firman Allah didalam Alqur'an surat 85 Alburuuj ayat 21 - 22 (Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia - yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh), dalam tafsir Jalalain-nya ((Yang dalam Lauh) berada di atas langit yang ketujuh (terpelihara) dari ulah setan-setan dan dari sesuatu perubahan. Panjang Lohmahfuz itu sama dengan panjangnya langit dan bumi, sedangkan lebarnya ialah sama dengan jarak antara timur dan barat; terbuat dari intan yang putih bersih. Demikianlah menurut pendapat yang telah dikemukakan oleh Ibnu Abbas r.a.). Nah secara sekaligus dari sana lalu diturunkan oleh malaikat Jibril ke Baitul Izzah yang berada di langit keempat bertepatan dengan malam Lailatul Qodar sebagaimana yang telah difirmankan dalam Alqur'an surat yang ke 97 ayat 1 (tafsir Jalalainnya: Sesungguhnya Kami telah menurunkannya) yaitu menurunkan Alquran seluruhnya secara sekali turun dari lohmahfuz hingga ke langit yang paling bawah (pada malam kemuliaan) yaitu malam Lailatulkadar, malam yang penuh dengan kemuliaan dan kebesaran). Lalu dari Baitul Izzah disusun ayatnya, suratnya, saat-saat turunnya, dan juga diturunkannya kepada Nabi secara berangsur dalam kurun waktu 23 tahun serta disesuaikan dengan proses turunnya taqdir - yang biasa disebut dengan Asbabun Nuzul.

Yang mula-mula diturunkannya adalah surat Al'alaq (lima ayat), lalu ayat demi ayat diwahyukan oleh malaikat Jibril disesuaikan dengan kebutuhan serta kejadiannya, yang mana kejadian tersebut berangsur-angsur diciptakan melalui Tanjizi Hadits QudrotNya Allah agar supaya dijadikan suri tauladan, cermin  serta pedoman bagi umat hingga hari qiyamat. Kalam tersebut dari malaikat Jibril diterima oleh Nabi, lalu di-ijazahkan kepada para SahabatNya, setelah itu lalu oleh para Sahabat ditulis bersurat-surat & ber-ayat-ayat hingga akhirnya terbentuklah kitab (suci) Alqur'an.

Isinya Kalam Allah yang dituliskan didalam Alqur'an:
  • 2000 (dua ribu) ayat yang menerangkan Janji dan Ancaman.
  • 1000 (seribu) ayat yang menerangkan Pahala Surga dan Siksa Neraka.
  • 1000 (seribu) ayat yang menerangkan isi Larangan.
  • 1000 (seribu) ayat yang menerangkan Kisah.
  • 1000 (seribu) ayat yang menerangkan Ibarat, Contoh dan Tauhid.
  • 500 (lima ratus) ayat yang menerangkan Halal dan Haram.
  • 100 (seratus) ayat yang menerangkan Nasikh dan Mansukh.
  • 66 (enam puluh enam) ayat yang menerangkan Du'a dan Dzikir. Jadi jumlahnya ada 6666 ayat.
  • Adapun Hurupnya ada 1270000 (sejuta dua ratus tujuh puluh ribu) hurup.
Adapun Nama-nama Alqur'an yang disebutkan didalamnya, yaitu:
  1. Al-Kariimu.
  2. Al-Kitaabu.
  3. Al-Mubiinu.
  4. Al-Qur'aanu.
  5. Al-Kalaamu.
  6. An-Nuuru.
  7. Al-Huday.
  8. Ar-Rohmatu.
  9. Al-Furqoonu.
  10. Ats-Tsanaa-u.
  11. Al-Mau'idhotu.
  12. Adz-Dzikru.
  13. Al-Mubaaroku.
  14. Al'Aliyyu.
  15. Al-Hakiimu.
  16. Al-Hikmatu.
  17. Al-Mushoddiqu.
  18. Al-Muhaiminu.
  19. Hablullooh.
  20. Shiroothol Mustaqiim.
  21. Al-Qoyyimu.
  22. Al-Fashlu.
  23. Al'Adhiimu.
  24. Al-Matsaaniy.
  25. Ahsanul Hadiitsu.
  26. Al-Mutasyaabihu.
  27. At-Tanziilu.
  28. Ar-Ruuhu.
  29. Al-Wahyu.
  30. Al'Arobiy.
  31. Al-Bashoo-iru.
  32. Al'Ilmu.
  33. Al-Bayaanu.
  34. Al-Qoshoshu.
  35. Al-Haadiy.
  36. Al'Ajbu.
  37. At-Tadzkirotu.
  38. Al'Adlu.
  39. Ash-Shidqu.
  40. 'Urwatul Wutsqoy.
  41. Al-imlaa-u.
  42. Al-Munaadiy.
  43. Al-Busyroy.
  44. Al-Majiidu.
  45. Az-Zabuuru.
  46. An-Nabaa-u.
  47. Al-Balaaghu.
  48. Al'Aziizu.
  49. Al-Haqqu.
  50. Ahsanul Qoshoshu.
  51. Ash-Shuhufu.
  52. Al-Mukarommatu.
  53. Al-Marfuu'atu.
  54. Al-Muthohharotu.
Penjelasan.
Adapun sipat Kalam terkadang disebut juga:
◄Shifatun ~ azaliyyatun ~ qo-imatun ~ bidzatihi ta'ala ~ laisat biharfin ~ wa la shoutin►

Sifatun: yaitu SATU sipat yang tidak terliputi oleh bilangan. 

● Azaliyyatun:  yang azali (sebelum ada sebutan zaman atau waktu) yang tiada permulaan.

Qo'imatun: menetap selamanya, sesaat-pun tidak didahului, diselingi atau diujungi oleh "bisu". 

Bidzatihi ta'ala: yakni melekat keberadaanya, selama-lamanya ada didalam dzatNya.

● Laisat biharfin: tiada baginya SATU hurup-pun.

● Wa la shoutin: dan tiada pula SATU kata / bunyi-pun.

Adapun sipat Kalam mempunyai ta'alluq (persambungan) antara sipat Kalam dengan sesuatu yang ditunjukinya: 

Ta'aluq ifadah (untuk apa), yakni untuk menunjukkan atas ISI yang difirmankan. 

Ta'aluq ta'diyah (sasarannya apa), yakni sasarannya ialah terhadap Wajibul Wujud ~ Mustahilul Wujud ~ Mumkinul Wujud, semuanya dapat diungkapkan / diceritakan / difirmankan oleh Kalamnya Allah. 

Ta'aluq marotib (tingkatan), yakni dari kapan sampai kapan persambungannya sipat Kalam.

Adapun tingkatannya antara sipat Kalam dengan perkara yang difirmankan, ada dua tingkatan:

● Terhadap selain AMAR (perintah) atau NAHI (larangan) kedududkannya berada di Tanjizi Qodim, yakni pelaksanaan yang kontan dari zaman dahulu kala bahwa Allah telah berkata-kata.

● Adapun terhadap AMAR atau NAHI, terdiri dari dua bagian:
  1. Sebelum wujud apa-apa yang diperintah atau apa-apa yang dilarang, ta'alluq sipat kalam disebut Shuluhi Qodim, yakni telah lulus dari dahulu kala.
  2. Setelah wujud apa-apa yang diperintah atau apa-apa yang dilarang, ta'alluq sipat Kalam disebut Tanjizi Hadits, yakni baru persentuhannya / kontaknya.
Penjelasan : Wa dlidduhal bukmu wa huwal khorsu.
Yang dimaksud oleh Bukmun atau Khorsun oleh sebab sama sekali tiada dapat berkata-kata, atau terhalang, seperti:
  • Batu ~ bata ~ tembok ~ tiang ~ tiada berkata-kata ia dinamakan Bukmun.
  • Binatang ~ manusia ~ jin ~ tiada berkata-kata ia dinamakan Khorsun.
Nah yang dimaksud Bukmun disini, yaitu:
  • Sama sekali tidak dapat berkata-kata.
  • Tiada berkata-kata oleh sebab ada halangan.
  • Berkata-kata ada hurup atau suara.
  • Berkata-kata ada mulanya serta ada akhirnya. nah ini semua mustahil bagi Allah.
Penjelasan : Waddalilu
Wad dalilu ‘ala dzalika qouluhu wa kallamallohu musa takliman = Sedangkan dalilnya yang menunjukan terhadap sipat kalamnya Allah yakni firmanNya "Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan lamgsung (bicara yang sebenar-benarnya)" (Qs 4 An-Nisa': 164)►

Yang dimaksud "Allah telah berbicara kepada Musa dengan lamgsung" (Qs 4 An-Nisa': 164):
  • Hal ini bukan menunjukan bahwa Allah berkata-kata yang isinya ada suara atau tulisannya, akan tetapi telinga Nabi Musa dibukakan hijabnya sehingga dapat mendengarkan Kalam Madlulnya Allah yang tiada hurup atau suara.
  • Dan juga, hal ini bukan menunjukan bahwa Allah berkata-kata kepada Nabi Musa ada permulaannya lalu ada akhirnya, akan tetapi dibukakan hijab telinganya Nabi Musa ada mulanya lalu ditutup kembali oleh Allah sehingga ada akhirnya.
  • Isi daripada Kalam Madlulnya Allah yang dapat didengar oleh telinganya Nabi Musa disaat itu, yakni (Innani anallohu la ilaha illa ana fa'buduni wa aqimish sholata lidikri = Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku) (Qs 20 Thaahaa: 14)
Tambahan:
  • Menurut Syekh Imam Asy'ari, mengenai hitungan aqo'id iman - cukuplah sampai sipat Kalam saja, tidak usah ada sipat ma'nawiyah karena sudah lazim oleh adanya sipat ma'ani.
  • Menurut Syekh Imam Mansur Ma'turidi, katanya wajib disebutkan serta disusun satu persatu ma'nawiyahnya sipat ma'ani yang tujuh sehingga aqo'id iman jumlahannya ada 20 (dua puluh) sipat.
  • Sedangkan Syekh Imam Ibrohim al-Bajuri yang mengarang kitab Tijan sepedapat dengan pendapatnya Syeh Imam Mansur al-Maturidi, yakni aqo'id iman disempurnakan menjadi 20 (dua puluh) sipat yang wajib di Allah.
Wallohu 'a'lam.